ILMU BUDAYA DASAR
Cerita Pengalaman
Pancasila
Kali ini saya akan menceritakan
pengalaman saya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama sebagai tugas
Ilmu Budaya Dasar. Kala itu, kelas saya bertugas sebagai petugas upcara dan
saya dipilih untuk mengantarkan pancasila pada upacara bendera. Saat itu saya
bertugas menggantikan teman sayadan hanya memperhatikan teman-teman saya latihan
dan saya juga hanya berlatih gerak jalan. Pada pukul 06.30 pagi, dilaksanakanlah upacara itu.
Setelah semua rangkaian kegiatan upacara dilakukan, sang pembawa upacara
akhirnya mengatakan juga bahwa sudah giliran saya menjalankan tugas saya.
Dengan gerakan jalan yang sudah saya latih dan saya buat sekaku mungkin,
akhirnya sampailah saya di depan podium. Saya sudah berlatih dalam hati saya
untuk membacakan teks pancasila sebaik mungkin, mulai dari intonasi hingga
ekspresi sudah saya latih sedemikian rupa. Yang membuat saya bingung, Bu Dewi,
guru komputer sekaligus wali kelas saya yang baru saja selesai menuturkan
pembukaannya di atas podium berdiri menghadap saya, namun tak juga turun dari podium.
Saya yang sangat kebingungan mengapa guru saya tidak juga turun mulai berpikir
bahwa saya tidak mau merusak tugas saya di depan podium hanya karena guru saya
tidak juga turun dari podium. Saya pun mempersilahkan diri saya sendiri untuk
naik ke atas podium dan membuka map berisi teks pancasila tersebut. Guru saya
merebut map itu dari saya dengan ekspresi menahan tawa dia berkata, “Nadia! Kamu
ngapain?”. Semua peserta upacara dan para guru menertawai saya. Terjadilah
perebutan map pancasila diatas podium antara saya dan Bu Dewi. Saya sangat
kebingungan, sampai saat itu salah seorang guru saya datang dan berbisik pada
saya bahwa seharusnya saya hanya memberikan teks itu pada guru saya saja, bukan
membacakannya. Dengan perasaan bercampur malu dan terkejut saya turun dari
podium dan kembali ke tempat saya berdiri tadi. Bu Dewi pun membacakan
pancasila diatas podium sambil menahan tawa. Selesai upacara, saya dipanggil
oleh Kepala Sekolah saya, Pak Yanto, “kamu ini bagaimana? memangnya selama ini
kamu tidak pernah memperhatikan ketika orang sedang bertugas di depan?”. Saya
hanya bisa diam saja ketika ditegur oleh Pak. Yanto, saya sangat malu dan
merasa sangat bersalah. Jujur saja, saya selalu berusaha memperhatikan para
pertugas upacara, tapi tidak bisa 100% fokus akan mereka. Saya adalah gadis
tertinggi di angkatan saya dan selalu berbaris paling belakang dan saya juga
memiliki rabun jauh yang membuat saya kesulitan memperhatikan apa yang
sebenarnya terjadi di depan saya karena tertutup oleh teman-teman saya. Ditambah,
saya pasti menyempatkan waktu untuk mengobrol dengan teman-teman saya saat
upacara karena saya baris paling belakang. Walaupun terus memperhatikan, tapi
saya tidak benar-benar menyadari bahwa seharusnya saya hanya
memberikan map itu, bukan membacakannya. Karena ketika duduk di Sekolah Dasar,
saya memang pernah membacakan pancasila dan UDD ketika menjadi petugas upacara.
Atas apa yang telah terjadi, Pak Yanto menyuruh kelas saya untuk menjadi
petugas upacara lagi minggu depan dan saya melaksanakan tugas saya sebagai
pengantar map pancasila dengan sangat mulus. Kejadian ini mengingatkan saya
untuk selalu teliti dan memperhatikan dulu sebelum melakukan sesuatu. Tidak
akan lagi saya mengobrol ketika upacara, saya sudah kapok!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar